|
Peristiwa Waihutete Menurut sumber yang menjelaskan peristiwa ini ditegaskan, bahwa
peristiwa Waihutete ada hubungan dengan Perang Hongitochten di
Huamual. Diduga keras bahwa peristiwa ini jadi sesudah kora-kora
Ema kembali dari Huamual. Menurut sumber dari Ema di jelaskan, bahwa rombongan Ema ke
Huamual dipimpin oleh Kapitan Sahulata dan ternyata sesudah
diadakan pertempuran di Huamual Kapitan Sahulata tidak kembali
lagi ke kora-kora, sehingga pimpinan diserahkan kepada Kapitan
Leimena dan malesi-malesi Palapessy dan Tupan yang menurut
sumber dari Ema dan Ameth selanjutnya, bahwa yang berperan dalam
peristiwa itu ialah Kapitan Leimena dan dibantu oleh malesi
Tupan dari Ema.
Rangkaian peristiwa Waihutete ini dapat di lukiskan sebagai
berikut:
Pada waktu kora-kora Ema kembali dari Huamual dibawah pimpinan
Kapitan Leimena dan Jurumudi Maitimu disalah satu tempat didekat
pulau Ambon mereka berlabuh, karena seluruh anak buah kora-kora
sudah pada lelah.
Sesudah sauh perahu diturunkan akibat keletihan ini semua anak
buah kora-kora tertidur. Ditengah suasana ini datanglah angin
sakal. Sauh kora-kora laras dan kora-kora mereka terbangun,
tidak lagi tampak pulau selain dari angin sakal dan hujan lebat
yang membuat keadaan sekitar pada gelap.
Secara serentak mereka berusaha untuk mempertahankan kora-kora
mereka dari pengaruh arus dan gelombang, namun karena situasi
gelap haluan mereka tidak lagi punya sasaran. Semua orang
berusaha untuk melihat daratan. Tiba-tiba tampak pada mereka
gunung dan jurumudi mulai mengarahkan haluan ke gunung yang
tinggi itu. Tiga gunung tersebut ialah gunung Lawakanoo,
Eosisina dan Nusahuhu di Nusalaut.
Kora-kora makin merapat kedarat dan berlabuh dipelabuhan
Waihutete. Kora-kora ini mendapat sambutan baik dari penduduk
Ameth. Mereka di beri makan dan dilayani sepatutnya, hanya pada
saat itu tidak ada air untuk mereka minum. Kapitan Leimena
katakan bahwa kami, Huaresi Rehung dapat memberi air bagi
saudara-saudara Ameth, dan diangkatnya tombaknya dan
dibuangkannya pada batukarang pada tepi pantai Ameth yang
dinamakan Waihutete dan segera air muncul.
Air tersebut adalah air tawar yang ada sampai saat ini.
Disamping air tersebut ketika mereka makan mangga (kemungkinan
mangga yang mereka bawa dari Huamual), ada satu biji mangga yang
mereka tanam dan kemudian hari mangga tersebut tumbul, besar dan
berbuah dan baru rusak dan dibakar orang Serua pada tahun 1960
dan yang dapat diambil sebagai fakta hanya akarnya.
Sampai saat ini baik oleh generasi tua maupun generasi muda di
Ameth semuanya mengetahui betul, bahwa air dan mangga itu adalah
pemberian Ema sebagai tanda persaudaraan. |
|